2/15/2015
Jadi, kenapa harus peduli ketika hanya kamu yang peduli? Kenapa harus menunggu kalau yang kamu harapkan tak menghargai penantianmu? Mungkin kamu harus lebih santai. Mungkin kamu harus lebih tidak peduli. Mungkin kamu harus lebih egois lagi. Atau mungkin kamu buang saja rasamu jauh-jauh, kalau hal sepele saja tidak pernah diperbaiki. Kalau hal yang "bukan apa-apa" saja memang dianggap bukan apa-apa. Kalau kamu kelelahan menunggu, kalau penantianmu bukan apa-apa, kalau sabar sudah dirusak kesabaran sendiri. Untuk apa lagi kamu menjawab pertanyaan "apa yang harus aku lakukan?".
2/13/2015
Jarak
Sekarang aku benci jarak. Jarak berdusta. Jarak mencipta pemikiran negatif. Jarak semena-mena. Jarak tidak menguatkan aku lagi. Jarak yang aku benci mencipta kebencian lain. Jarak menyiksaku. Jarak kejam. Jarak tidak merasa. Jarak palsu. Jarak melemahkan rasa yang kuat, mengeraskan hati yang lunak. Jarak anti. Jarak memisahkan raga. Jarak menguji. Aku terlalu siap diuji, hingga hampir tak acuh. Takut mati rasa. Takut lupa kalau sudah lupa. Takut bahagia redup.
2/06/2015
1/30/2015
lakrimalis
Tidak enak hati, terlalu cemas, terlihat posesif. Maaf, aku hanya merasa waktuku tak banyak lagi disini. Rindu cepat bereplikasi bagai virus. Tubuhku sedang tidak kuat sepertinya. Mungkin sedang musim hujan, cuaca ekstrim.
kamu dimana?
kamu dimana?
Salah
Siapa? Jarak? Oh bukan. Waktu? Tidak juga. Kamu? Tidak mungkin anugerah disalahkan. Aku? Mungkin saja. Ego?
1/25/2015
Api
Berkobar tak paham situasi, tak ingat kondisi, tak peduli akibat, tak tanya sebab. Tau panas, tetap api dipeluk. Tau rugi tapi tetap disambangi. Sudah hitam saling menyalahkan. Katanya teman angin, lawan air. Api tak ada lawannya. Ingin padam, harus ada yang disalahkan. Tanya saja manusia kalau tidak percaya. Api selalu ada, angin tersedia, air belum kering. Maka seimbang? Oh tidak. Tetap harus ada yang disalahkan. Tanya saja sama manusia.
1/23/2015
1/22/2015
corner of nowhere
Saatnya merenung dulu, evaluasi dulu. Terlalu banyak kesalahan, kekecewaan, dan kelalaian yang kamu perbuat. Ah! Terlalu sombong untuk tidak iri pada kehebatan orang lain. Terlalu terlena dengan dunia. Terlalu tidak mengindahkan waktu luang. Mau jadi apa kamu waktu tua? Masih ingatkah dengan cita-cita? Masih ingatkah tentang usaha orang tua? Jangan takabur lagi. Coba rendahkan diri serendah mungkin di hadapan Tuhan. Coba sedikit iri pada orang cerdas di sekitar. Jangan hanya coba hal baru, Cris. Evaluasi dulu.
1/21/2015
munafik?
Maaf. Jangan bilang aku munafik. Kataku menulis adalah hal paling menyenangkan. Pelepas penat, perekam hal indah dalam setiap momennya. Tapi sungguh, ada sedikit hambar. Berbicara juga mengasyikkan, kalau denganmu. Aku ingin mengeluh dulu. Aku ingin menyalahkan jarak dan proses, yang sebenarnya nanti baik untukmu, dan Insya Alloh untuk kita. Bicara rindu disini, sekarang sakit. Kamu ada tapi tak bisa kujangkau, tak bisa kuraih, tak bisa kurasakan tangan besar yang menutupi kepalaku yang jujur, lucu, membuat aku merasa terlindungi. Bicara rindu disini, takut tertukar dengan ego. Betapa inginnya aku ada dalam kesibukan, bukan hanya suka citamu. Betapa inginnya aku ikut menyusun urusan dunia yang merepotkanmu. Betapa inginnya aku menjadi satu-satunya orang yang kamu percaya untuk dimaki lalu menyerah, "aku lelah". Entah itu lelah olehku yang kurang berguna, atau lelah oleh urusan duniamu yang merepotkan itu. Setelah itu, kamu tau bahwa ada tempat untuk tetap tinggal. Ada wajah yang kau sebut rumah. Dalam hatimu, ada namaku sebagai siapa. Dalam harimu, ada seseorang yang selalu mencemaskanmu, merindukan ruas jemarimu, mengingatkanmu untuk bersyukur. Bahkan menanti percakapan indah via sosial media yang membawa tawa. Atau mensyukuri kehadiranmu dalam mimpinya. Kapan?
kamu jangan membaca ini. Atau pura-puralah tidak membacanya. Terlalu pakai hati. Terlalu sakit kalau bisa merasakan. Semoga aku saja yang merasakan. Aku bersyukur atas rasa yang istimewa, sakit sekalipun. Diluar ketidakbergunaan ini, ketika ditanya kapan, aku juga tak paham. Tapi aku suka menunggu, karena di akhir penantian itu selalu ada kejutan. Aku suka kejutan.
kamu jangan membaca ini. Atau pura-puralah tidak membacanya. Terlalu pakai hati. Terlalu sakit kalau bisa merasakan. Semoga aku saja yang merasakan. Aku bersyukur atas rasa yang istimewa, sakit sekalipun. Diluar ketidakbergunaan ini, ketika ditanya kapan, aku juga tak paham. Tapi aku suka menunggu, karena di akhir penantian itu selalu ada kejutan. Aku suka kejutan.
1/20/2015
Tak ada yang bisa kulakukan lagi. Bahasa sudah tak berarti. Lalu aku jadi pengganggu ketika biru menimpamu. Aku jadi sok tau karena ingin jadi sok motivator, yang tetap tak ada artinya. Aku bukan orang yang selalu ada, atau bisa menghibur kapanpun kamu suka. Maaf. Maaf kalau sekarang aku tak ada artinya.
1/19/2015
seperti inikah?
Namaku manusia. Hakikatku tak pernah puas. Tugasku mengerti. Hobiku mengeluh dan bersyukur. Pekerjaanku berdoa. Kesukaanku tertawa dari mencela. Rumahku banyak, dunia dan akhirat, surga atau neraka. Dua terakhir itu optional, tapi takabur bilang surga, padahal neraka lebih dekat. Keluargaku banyak, ada manusia, hewan, tumbuhan. Kadang kumakan saudaraku sendiri. Aku tersadar 16 jam per hari. Sisanya aku mati.
1/18/2015
Bukan lelahnya, atau sombong dengan berbagai gaya. Tapi napas yang selalu diusahakan. Ah, ini wujud syukur yang paling sederhana tetapi tidak semua niat melakukannya. Ini syukur yang paling menyenangkan yang hanya "mau" yang dapat merasakannya. Subhanalloh. Hari ini aku mengingat-Mu dengan cara lain yang luar biasa.
1/17/2015
waktu
Katanya berjalan begitu cepat, padahal cuma perasaan. Perasaan yang didukung realita. Katanya ada istilah membunuh waktu, padahal cuma ungkapan. Ungkapan yang didukung nafsu. Katanya tak ada batas waktu, ternyata terlalu berlebihan. Kadang waktu harus dihentikan, kadang waktu harus diputar kembali, padahal waktu terus berjalan. Waktu yang seperti ini rasanya harus dihentikan. Agar rasa tetap menjadi rasa, tidak luntur jadi asa, berkat petir dan gelitik hujan. Katanya akan bertemu di ujung senja. Padahal ditunggu setiap satuan detiknya. Katanya mempersatukan kebahagiaan, padahal digenggam sendiri dulu. Waktu itu penipu, ya? Katanya tak kenal waktu. Lalu apa yang menaungi hidupmu? Katanya waktunya harus disamakan, padahal waktu selalu berjalan bersama. Kita saja yang selalu masing-masing.
1/14/2015
pagi
Mungkin sempurna tak tau bagaimana mencintai kesederhanaan. Mungkin tak pahami rasa yang istimewa. Menuntut bukan ranahku. Hanya saja aku mencintai segala rasa yang datang secara istimewa. Kecewa hari ini, khawatir kemarin, kesal selanjutnya. Mungkin belum biasa. Terlalu banyak kekecewaan yang terjadi. Lelah katanya, lelah pikir. Semoga bukan lelah untuk merasa.
1/13/2015
segalaku
Tentang mudah dan sulit yang berdampingan. Tentang kesenangan yang menaungi waktu. Tentang kesedihan yang selalu memeluk hati. Tentang semangat yang selalu ingin tersulut. Tentang lelah yang tergantung. Tentang beban segala beban. Tetaplah tertawa bersamaku, segalaku. Tetaplah harapi senyum ini. Alasan aku mengumbarnya. Tetaplah seperti ini. Kuatkan aku, segalaku. Kuatkan kita. Kuatkan hariku yang kadang hanya kelabu berbalut hitam. Kuatkan hatiku yang kadang dipeluk kesedihan itu. Bahagiakan aku, segalaku. Harapi senyum ini, agar aku selalu punya alasan untuk bahagia.
1/07/2015
untuk Ica
"Kita mati pada satu hari, kita lahir pada satu hari, kita jatuh cinta pada satu hari, dan semuanya terjadi pada satu hari."
untuk sahabatku, Nisa Chairana. tetaplah kuat tanpa batas waktu. kami mendoakan Almarhum Galih dengan sukacita, agar ketenangan menjadi sandaran tidurnya, agar pelukan kami menjadi kehangatan untuknya, agar Tuhan selalu menjaganya untuk ia, untuk keluarga dan kerabatnya, untuk kami, untukmu.
1/06/2015
pagi, ya?
aku berkelana dulu. hanya tak ada lampu jalan yang kucari. sekarang kicauan burung. bahagia itu sederhana, kan? sekarang sedang susah.
Langganan:
Postingan (Atom)