malam itu bulan enggan menampakkan diri. dengan anehnya kau genggam sebuah teleskop yang tak tahan kau arahkan ke langit. kau buat sudut 45 derajat dari hidungmu. belum lama, kau mengeluh, "langit ini tak ingin diintip rupanya." lalu kau arahkan batang berlensa itu 180 derajat, lurus kedepan, ke arahku. aku hanya diam sementara kau berlagak seperti ilmuwan tenar. menyipitkan sebelah mata demi mencari kejelasan objek yang kau bidik, lalu dengan ketus kau berkata, "kamu abstrak, terbalik, tidak jelas." aku merasa ulu hatiku mendadak ngilu. kelenjar adrenalinku tiba-tiba bersekresi. darahku berdesir kencang. perlahan kau membuka mata dan menurunkan alat itu. "karena tak sepantasnya aku melihatmu seperti tadi. kau sangat nyata. mataku harus terbuka. aku tak perlu benda ini untuk melihatmu yang begitu cerah. terima kasih untuk ada malam ini, malam kemarin, dan malam-malam selanjutnya, matahari."
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
leave your comment, please