1/30/2015

lakrimalis

Tidak enak hati, terlalu cemas, terlihat posesif. Maaf, aku hanya merasa waktuku tak banyak lagi disini. Rindu cepat bereplikasi bagai virus. Tubuhku sedang tidak kuat sepertinya. Mungkin sedang musim hujan, cuaca ekstrim.


kamu dimana?

Salah

Siapa? Jarak? Oh bukan. Waktu? Tidak juga. Kamu? Tidak mungkin anugerah disalahkan. Aku? Mungkin saja. Ego?

1/25/2015

Api

Berkobar tak paham situasi, tak ingat kondisi, tak peduli akibat, tak tanya sebab. Tau panas, tetap api dipeluk. Tau rugi tapi tetap disambangi. Sudah hitam saling menyalahkan. Katanya teman angin, lawan air. Api tak ada lawannya. Ingin padam, harus ada yang disalahkan. Tanya saja manusia kalau tidak percaya. Api selalu ada, angin tersedia, air belum kering. Maka seimbang? Oh tidak. Tetap harus ada yang disalahkan. Tanya saja sama manusia.

1/22/2015

corner of nowhere

Saatnya merenung dulu, evaluasi dulu. Terlalu banyak kesalahan, kekecewaan, dan kelalaian yang kamu perbuat. Ah! Terlalu sombong untuk tidak iri pada kehebatan orang lain. Terlalu terlena dengan dunia. Terlalu tidak mengindahkan waktu luang. Mau jadi apa kamu waktu tua? Masih ingatkah dengan cita-cita? Masih ingatkah tentang usaha orang tua? Jangan takabur lagi. Coba rendahkan diri serendah mungkin di hadapan Tuhan. Coba sedikit iri pada orang cerdas di sekitar. Jangan hanya coba hal baru, Cris. Evaluasi dulu.

1/21/2015

munafik?

Maaf. Jangan bilang aku munafik. Kataku menulis adalah hal paling menyenangkan. Pelepas penat, perekam hal indah dalam setiap momennya. Tapi sungguh, ada sedikit hambar. Berbicara juga mengasyikkan, kalau denganmu. Aku ingin mengeluh dulu. Aku ingin menyalahkan jarak dan proses, yang sebenarnya nanti baik untukmu, dan Insya Alloh untuk kita. Bicara rindu disini, sekarang sakit. Kamu ada tapi tak bisa kujangkau, tak bisa kuraih, tak bisa kurasakan tangan besar yang menutupi kepalaku yang jujur, lucu, membuat aku merasa terlindungi. Bicara rindu disini, takut tertukar dengan ego. Betapa inginnya aku ada dalam kesibukan, bukan hanya suka citamu. Betapa inginnya aku ikut menyusun urusan dunia yang merepotkanmu. Betapa inginnya aku menjadi satu-satunya orang yang kamu percaya untuk dimaki lalu menyerah, "aku lelah". Entah itu lelah olehku yang kurang berguna, atau lelah oleh urusan duniamu yang merepotkan itu. Setelah itu, kamu tau bahwa ada tempat untuk tetap tinggal. Ada wajah yang kau sebut rumah. Dalam hatimu, ada namaku sebagai siapa. Dalam harimu, ada seseorang yang selalu mencemaskanmu, merindukan ruas jemarimu, mengingatkanmu untuk bersyukur. Bahkan menanti percakapan indah via sosial media yang membawa tawa. Atau mensyukuri kehadiranmu dalam mimpinya. Kapan?
kamu jangan membaca ini. Atau pura-puralah tidak membacanya. Terlalu pakai hati. Terlalu sakit kalau bisa merasakan. Semoga aku saja yang merasakan. Aku bersyukur atas rasa yang istimewa, sakit sekalipun. Diluar ketidakbergunaan ini, ketika ditanya kapan, aku juga tak paham. Tapi aku suka menunggu, karena di akhir penantian itu selalu ada kejutan. Aku suka kejutan.

1/20/2015

Tak ada yang bisa kulakukan lagi. Bahasa sudah tak berarti. Lalu aku jadi pengganggu ketika biru menimpamu. Aku jadi sok tau karena ingin jadi sok motivator, yang tetap tak ada artinya. Aku bukan orang yang selalu ada, atau bisa menghibur kapanpun kamu suka. Maaf. Maaf kalau sekarang aku tak ada artinya.

1/19/2015

seperti inikah?

Namaku manusia. Hakikatku tak pernah puas. Tugasku mengerti. Hobiku mengeluh dan bersyukur. Pekerjaanku berdoa. Kesukaanku tertawa dari mencela. Rumahku banyak, dunia dan akhirat, surga atau neraka. Dua terakhir itu optional, tapi takabur bilang surga, padahal neraka lebih dekat. Keluargaku banyak, ada manusia, hewan, tumbuhan. Kadang kumakan saudaraku sendiri. Aku tersadar 16 jam per hari. Sisanya aku mati.

1/18/2015

Bukan lelahnya, atau sombong dengan berbagai gaya. Tapi napas yang selalu diusahakan. Ah, ini wujud syukur yang paling sederhana tetapi tidak semua niat melakukannya. Ini syukur yang paling menyenangkan yang hanya "mau" yang dapat merasakannya. Subhanalloh. Hari ini aku mengingat-Mu dengan cara lain yang luar biasa.
Bahkan dalam mimpi pun, kamu menyenangkan. Haruskah aku berterima kasih untuk bunga tidur yang lucu tadi? Alhamdulillah.

1/17/2015

waktu

Katanya berjalan begitu cepat, padahal cuma perasaan. Perasaan yang didukung realita. Katanya ada istilah membunuh waktu, padahal cuma ungkapan. Ungkapan yang didukung nafsu. Katanya tak ada batas waktu, ternyata terlalu berlebihan. Kadang waktu harus dihentikan, kadang waktu harus diputar kembali, padahal waktu terus berjalan. Waktu yang seperti ini rasanya harus dihentikan. Agar rasa tetap menjadi rasa, tidak luntur jadi asa, berkat petir dan gelitik hujan. Katanya akan bertemu di ujung senja. Padahal ditunggu setiap satuan detiknya. Katanya mempersatukan kebahagiaan, padahal digenggam sendiri dulu. Waktu itu penipu, ya? Katanya tak kenal waktu. Lalu apa yang menaungi hidupmu? Katanya waktunya harus disamakan, padahal waktu selalu berjalan bersama. Kita saja yang selalu masing-masing.

1/14/2015

pagi

Mungkin sempurna tak tau bagaimana mencintai kesederhanaan. Mungkin tak pahami rasa yang istimewa. Menuntut bukan ranahku. Hanya saja aku mencintai segala rasa yang datang secara istimewa. Kecewa hari ini, khawatir kemarin, kesal selanjutnya. Mungkin belum biasa. Terlalu banyak kekecewaan yang terjadi. Lelah katanya, lelah pikir. Semoga bukan lelah untuk merasa.

1/13/2015

segalaku

Tentang mudah dan sulit yang berdampingan. Tentang kesenangan yang menaungi waktu. Tentang kesedihan yang selalu memeluk hati. Tentang semangat yang selalu ingin tersulut. Tentang lelah yang tergantung. Tentang beban segala beban. Tetaplah tertawa bersamaku, segalaku. Tetaplah harapi senyum ini. Alasan aku mengumbarnya. Tetaplah seperti ini. Kuatkan aku, segalaku. Kuatkan kita. Kuatkan hariku yang kadang hanya kelabu berbalut hitam. Kuatkan hatiku yang kadang dipeluk kesedihan itu. Bahagiakan aku, segalaku. Harapi senyum ini, agar aku selalu punya alasan untuk bahagia.
Maaf, yang tera giga itu, belum bisa dikapasitasi.

1/07/2015

untuk Ica

"Kita mati pada satu hari, kita lahir pada satu hari, kita jatuh cinta pada satu hari, dan semuanya terjadi pada satu hari."

tak mau, berat, tak siap, itu yang ada dipikiranmu, sahabat. usahanya untuk tetap bertahan dan menyayangimu sepenuhnya, tidak akan kau temukan lagi. itu yang ada dihatimu. jangan lagi katakan ia pergi tanpa pamit padamu. Tuhan menciptakan manusia untuk kembali atas amalnya, semua telah ada waktunya. hari ini, apa sudah kau mendoakan ia? doakanlah setiap waktu agar ia tidak sendiri seperti yang kau katakan dalam linangan cintamu, ingat selalu ia dalam doamu. percayalah, Tuhan menjaga ia untuk orang-orang yang mendoakannya, untuk keluarga dan kerabatnya, untukmu. bukan suatu penyesalan karena aku hanya bertemu ia satu kali, sedang berjuang. sungguh, sahabat, hatiku bergetar, merasa enggan menatap jauh dalam matanya yang bersinar, merasa tak sanggup ingin berbincang dengan ia yang berusaha bersuara, betapa takut aku meneteskan air mata dihadapan ia yang terlihat bahagia dalam sakitnya, kamu sungguh kuat menahan sakit atas ia, menahan rasa seperti itu, yang bergejolak menderu memekakan jiwa. berjanjilah untuk tersenyum selamanya, sahabat. aku percaya, dengan cara apapun kamu menceritakan ia, aku sungguh sangat percaya, doa akan membuatnya tetap bahagia disana, Insya Alloh kebahagiaan abadi.

untuk sahabatku, Nisa Chairana. tetaplah kuat tanpa batas waktu. kami mendoakan Almarhum Galih dengan sukacita, agar ketenangan menjadi sandaran tidurnya, agar pelukan kami menjadi kehangatan untuknya, agar Tuhan selalu menjaganya untuk ia, untuk keluarga dan kerabatnya, untuk kami, untukmu.

1/06/2015

Kalau dasarnya sendiri, pasti butuh sendiri. Harus ngerti, Crisna.

pagi, ya?

aku berkelana dulu. hanya tak ada lampu jalan yang kucari. sekarang kicauan burung. bahagia itu sederhana, kan? sekarang sedang susah.

1/05/2015

haha

haha ketika haha menutupi semuanya.

jadi awan

kamu nanti ajak aku ke tempat yang tinggi, ya. aku mau ambil segenggam awan untuk kugantikan dengan isi kepalaku. agar aku tau bagaimana rasanya memperhatikan sekitar. hal-hal yang bahkan keberadaannya di bumi tidak kupahami. aku ingin belajar dari awan. terlihat diam padahal bergerak gelisah terburu-buru. nanti dia menguap, berdiskusi dengan angin dan lautan untuk menciptakan hujan yang kamu suka. nanti awan gelisah lagi. nanti awan menyesatkan kita lagi. kita cuma penonton dibawah sini. iya, kan? aku mau jadi awan kadang-kadang. katanya melayang bebas, padahal gelisah terburu-buru.

dijalan

kadang punya cacat mata itu enak. waktu jalan malam, gak usah liat apapun. lurus aja. orang gak tau kalo kita rabun. gak perlu nyapa orang yang dikenal. lurus aja. gak perlu nyari pegangan, atau nunduk liat jalan. lurus aja. cuma ada remang lampu kendaraan. satu-satunya cahaya yang bikin berjalan aman dari kecelakaan. lurus aja. seakan kita gak kenal siapa-siapa. lari dulu sementara dari hiruk pikuk dunia. enak, sambil makan ice cream atau cokelat buat tenaga. lurus aja.

.

.

1/01/2015

lupa lagi

lucu. aku lupa bagaimana hal dunia ini bisa terbalik seketika. aku lupa, betapa kebahagiaan mengubur segala kewaspadaan yang pernah aku bangun sendiri. betapa tawa itu sangat berarti di waktu pagi. betapa penatnya atmosfer ketika malam. aku lupa, betapa mata ini tak dapat menembus batas apapun. ada beberapa hal yang tak bisa aku tulis. bahkan diucapkan. tentang hati dan pikiran. sekarang semua berkecamuk seperti tornado api. pintar-pintar aku bersembunyi agar tidak terbakar. aku belum cukup baik untuk mendapat hal baik. aku sungguh lupa, betapa takaburnya aku yang menganggap semuanya baik-baik saja. betapa aku tidak tau apapun tentang apa yang ada dihadapanku. betapa salah aku merasa hidup ini tak kejam lagi. betapa sama sekali aku tak ada disana. betapa.. betapa merasa sendiri itu menjadi identitasku.